Oleh : Mas Jay
Kehidupan umat manusia, secara
materi, sekarang sudah mencapai taraf yang sangat hebat. Manusia merasakan
berbagai kenikmatan hidup dan melihat berbagai macam keindahan hasil karya
mereka. Walau demikian, dalam kehidupan yang maju secara materi ini, bukan
berarti mereka lebih bahagia dibanding orang orang yang hidup sebelum mereka.
Bukan berarti mereka lebih bisa menikmati hidup, lebih merasa aman, dan lapang
dada. Apa sebab semua itu? Karena mereka kehilangan sesuatu yang sangat
berharga dan paling penting, yang menjadi inti dari hidup ini, yaitu berkah.
Apa manfaat usaha yang kosong dari berkah? Umur yang kosong dari berkah? Ilmu
yang tak bermanfaat? Makanan dan minuman yang tidak menjadi daging dan tidak
menghilangkan lapar?
Sesungguhnya berkah/barakah bukan
dengan banyaknya harta atau pun kedudukan terhormat, tidak pula dengan anak atau
ilmu pengetahuan yang bersifat duniawi. Tetapi berkah itu adalah sesuatu yang
dirasakan oleh jiwa berupa pikiran yang jernih, hati yang damai dan tentram,
hidup yang bahagia, gembira, dan merasa cukup dengan pembagian Allah, dan menerima
semua takdir-Nya. Sementara umur yang berkah adalah umur yang dihabiskan untuk
mengerjakan kebaikan-kebaikan dan amal shalih. Adapun ilmu yang berkah adalah
ilmu yang bermanfaat untuk orang lain, diajarkan, diamalkan, dan disampaikan
kepada yang lain. Kalau kita teliti dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, akan
kita dapati bahwa keberkahan itu ada pada rizki, umur, anak, dan harta.
“ berkah itu adalah sesuatu yang dirasakan oleh jiwa berupa pikiran yang
jernih, hati yang damai dan tentram, hidup yang bahagia, gembira, dan merasa
cukup dengan pembagian Allah, dan menerima semua takdir-Nya”
Sesungguhnya rizki itu memiliki
jalan untuk menjadi rizki yang diberkahi. Di antaranya yang paling utama adalah
dengan mencarinya (bekerja). Saat mencarinya, harus dimintakan kepada pemilik
rizki yang sesungguhnya, yakni Allah Ta'ala.
فَابْتَغُوا
عِنْدَ اللَّهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوهُ وَاشْكُرُوا لَهُ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Maka mintalah rezeki itu
di sisi Allah, dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nya
lah kamu akan dikembalikan." (QS. Al-Ankabut: 17)
فَإِذَا
قُضِيَتْ الصَّلاةُ فَانتَشِرُوا فِي الأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Apabila telah ditunaikan
shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jumu'ah:
10)
Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam juga memerintahkan mencari rizki dan menganjurkan untuk bekerja.
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda saat ditanya tentang
pekerjaan yang paling utama:
عَمَلُ
الرَّجُلُ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ
“Pekerjaan seseorang yang
dilakukan dengan tangannya sendiri dan setiap perdagangan yang baik.”
(Hadits shahih li ghairihi. Riwayat al-Bazzar, sebagaimana dalam Kasyful Astar:
2/83/1257, dari Rifa’ah bin Rafi’)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam juga memberitahu, bekerja dan mencari rizki adalah akhlak para
nabi secara keseluruhan. "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi,
kacuali ia pasti mengembala kambing.” Para shahabat lantas bertanya: “Apakah
engkau juga demikian, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Aku menggembalakan
kambing milik penduduk Makkah dan menerima upah beberapa qirath (1 qirath = 4/6
dinar).” (HR Bukhari, no. 2262)
Mencari rizki dan bekerja
disyariatkan. Tetapi seorang muslim dalam kerja dan usahanya tetap bersandar
dan bertawakkal kepada Tuhannya. Ia sangat yakin, dirinya tak akan mendapat
rizki kecuali apa yang sudah Allah bagi untuknya. Rizki yang sudah Allah
tentukan untuknya pasti akan diperolehnya dengan jalan apa itu yang tak
seorangpun mampu untuk menahannya. Hal ini sebagaimana bacaan zikir yang
dituntunkan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam sesudah shalat,
اللَّهُمَّ
لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
"Ya Allah, tidak ada yang
bisa mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang
Engkau cegah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maka dia akan berusaha mencari
rizki dengan tetap bergantung kepada-Nya dan mengetahui bahwa Allah 'Azza
wa Jalla adalah Maha mengetahui dan Mahabijaksana, "Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS.
Al-Thalaq: 3)
Sesungguhnya jatah rizki seperti
jatah umur. Tidak akan habis, jika belum sampai habis ajal. Sehingga kita tidak
akan terlalu bersedih dan berduka dalam kehidupan dunia ini. Walau harus tetap
berusaha dengan mempercayakan kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda, "Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan
perbaguslah dalam mencari rizki! Ketahuilah, sesungguhnya seorang jiwa tidak
akan mati kecuali telah sempurna rizkinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan
perbaikilah dalam mencari rizki. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram."
(Disebutkan Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 2866)
Jika seorang muslim bercita-cita
mendapatkan barakah dalam rizkinya, pasti akan mendapatkan banyak jalan.
Al-Qur'an dan al-Sunnah telah menerangkan hal itu. Di antara sebab-sebabnya
adalah:
Pertama, Takwa
kepada Allah merupakan sebab utama rizki diberkahi dan hidup menjadi tentram.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
"Jika sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi." (QS. Al-A'raf: 96)
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ
وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ
وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ
فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ
"Dan sekiranya Ahli Kitab
beriman dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus) kesalahan-kesalahan mereka
dan tentulah Kami masukkan mereka ke dalam surga yang penuh kenikmatan. Dan
sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al
Qur'an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan
mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka." (QS.
Al-Maidah: 65-66)
Sangat jelas, barakah rizki itu
didapat dengan bertakwa kepada Allah.
وَمَنْ
يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
"Barang siapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.Dan
memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa
yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya."
(QS. Al-Thalaq: 2-3)
Oleh sebab itu agar rizki diberkahi
dalam mencarinya harus dengan usaha yang dibenarkan syariat, bertawakkal kepada
Allah, yakin kepada-Nya, ridha dengan pembagian-Nya, dan meyakini dengan benar
bahwa Allah Mahabijaksana dan Maha mengetahui dalam kadar rizki dan kapan
diperolehnya. Disadari, semua itu terjadi dengan qadha' dan qadarnya. Maka apa
yang dikehendaki oleh-Nya, akan terjadi. Sebaliknya, yang tidak dikehendaki
oleh-Nya, juga tidak akan terjadi. Agar rizki diberkahi: Dalam mencari rizki
harus dengan usaha yang dibenarkan syariat, bertawakkal kepada Allah, yakin
kepada-Nya, ridha dengan pembagian-Nya.
Kedua, memperbanyak
istighfar. Allah Ta'ala berfirman tentang petuah Nabi Nuh 'alaihis salam
kepada umatnya,
فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ
مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ
وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
"Maka aku katakan kepada
mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai"." (QS.
Nuuh: 10-12)
Allah menerangkan tentang titah
Nabi Hud kepada kaumnya untuk istighfar, ia menjadi sebab bertambahnya kekuatan
fisik dan turunnya rizki,
وَيَا
قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ
عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا
مُجْرِمِينَ
"Dan (Hud berkata):
"Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya,
niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan
kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat
dosa"." (QS. Huud: 52)
Dalam hadits disebutkan,
مَنْ
لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا وَمِنْ
كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Siapa yang kontinyu
beristighfar maka Allah jadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya,
kesudahan dari setiap kesedihannya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak
ia sangka." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Ketiga, membaca
Al-Qur'an dan mentadabburinya. Sebabnya, Allah telah jadikan kitab-Nya sebagai
sesuatu yang diberkahi.
وَهَذَا
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Dan Al Qur'an itu adalah
kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar
kamu diberi rahmat," (QS. Al-An'am: 155)
"Ini adalah sebuah kitab
yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya
dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran."
(QS. Shaad: 29)
Al-Qur'an adalah barakah dalam
membacanya. Siapa membaca satu ayat, maka baginya dari setiap ayat satu
kebaikan. Dan satu kebaikan itu dilipat gandakan menjadi sepuluh kali lipat.
(HR. al-Tirmidzi)
Al-Qur'an membawa berkah dalam
lantuman nya, mengamalkannya, menerapkan hukumnya, dan mencari keadilan padanya,
bermoral dengan ajaranya, dan berakhlak dengan akhlaknya. Al-Qur'an membawa berkah
dalam lantumannya, mengamalkannya, menerapkan hukumnya, dan mencari keadilan
padanya, bermoral dengan ajaranya, dan berakhlak dengan akhlaknya.
Keempat, Membaca
doa saat keluar rumah dan saat akan menyantap hidangan. Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا
دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ
قَالَ الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ
"Apabila seseorang
memasuki rumahnya; ia berzikir kepada Allah saat memasukinya dan saat makan,
maka syetan berkata kepada teman-temanya, 'tidak ada tempat dan makanan bagi
kalian." (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Allah menjaga rumah ini dari gangguan syetan
karena sebab zikirnya ketika akan makan dan saat memasukinya.
Keempat, menjaga
shalat bisa menjadi sebab turunnya barakah dan datangnya rizki, karena ia
merupakan sebab untuk kebaikan dunia dan akhirat. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَأْمُرْ
أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ
نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
"Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan
akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS.
Thaahaa: 32)
Kelima, Bersyukur
terhadap nikmat-nikmat Allah dan mengakui karunia dan pemberian-Nya.
Sesungguhnya rizki yang kita peroleh, semuanya dari pemberian-Nya. Maka jika
kita bersyukur dengan hati, lisan, dan amal maka Allah akan memberkahi rizki
kita. Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَإِذْ
تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Dan (ingatlah juga),
tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"." (QS. Al-Ibrahim: 7)
jika kita bersyukur dengan hati,
lisan, dan amal maka Allah akan memberkahi rizki kita.
Keenam,
memperbanyak shadaqah dan menjauhi praktek riba. Allah 'Azza wa Jalla
berfirman,
يَمْحَقُ
اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ
أَثِيمٍ
"Allah memusnahkan riba
dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (QS. Al-Baqarah: 276)
Ketujuh, Yakin dan
bersandar kepada Allah di atas sebab yang diupayakan. Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda,
إِنَّ
هَذَا الْمَالَ خَضِرٌ حُلْوٌ فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ
فِيهِ وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ وَكَانَ
كَالَّذِي يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ
"Sesungguhnya harta ini
menyenangkan dan nikmat. Siapa yang mengambilnya dengan kesederhanaan (tanpa
meminta dan rakus), maka diberkahi. Dan siapa yang mengambilnya dengan rakus,
tidak akan diberkahi. Dan keadaanya seperti orang yang makan, namun tak pernah
merasa kenyang." (Muttafaq 'alaih)
Kedelapan, hemat
dan tidak berlebihan (melampaui batas) dalam menikmati yang mubah. Allah 'Azza
wa Jalla berfirman,
وَلَا
تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
"Dan janganlah kamu
jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal." (QS.
Al-Isra': 29)
Allah berfirman dalam menyifati
Ibadurrahman, para wali-Nya:
وَالَّذِينَ
إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ
قَوَامًا
"Dan orang-orang yang
apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula)
kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."
(QS. Al-Furqan: 67)
Allah sangat mencela orang yang
menyia-nyiakan harta dan menggunakannya dalam perkara haram. Dia Subhanahu
wa Ta'ala berfirman,
وَلَا
تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
"Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya." (QS. Al-Isra': 26-27)
Kesembilan, bekerja
di waktu pagi hari, tidak tidur pagi kecuali karena sangat membutuhkan.
Disebutkan dalam satu atsar, "Diberkahi Umatku di waktu paginya."Ibnu Abbas pernah melihat anaknya
tidur pagi, lalu beliau berkata kepadanya: "Bangunlah, apakah kamu
(senang) tidur pada saat dibagi rizki?" (Lihat: Mathalib Ulin Nuha: 1/62)
Kesepuluh, Jujur
dalam melakukan transaksi, tidak curang dan tidak pula khianat. Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ
بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا
فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
"Penjual dan pembeli
berhak memilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan,
diberkahi jual beli keduanya. Dan jika berbohong dan menutup nutupi maka
dihilangkan keberkahan dalam jual beli mereka." (HR. Al-Bukhari,
Muslim, dan lainnya)
Suatu hari Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam pernah mengutus Urwah al-Bariqi untuk membeli seekor
hewan kurban. Beliau memberikan satu dinar kepadanya. Lalu ia masuk pasar dan
membeli dua ekor hewan kurban dengan satu dinar. Kemudian dia menjual salah
satunya dengan harga satu dinar. Lalu ia kembali kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam dengan membawa satu ekor hewan kurban dan satu dinar.
Beliau menanyakan hal itu kepadanya, "bagaimana bis begitu?" ia
menjawab, "Saya membeli dua ekor hewan kurban dengan satu dinar, lalu saya
jual salah satunya dengan harga satu dinar." Kemudian Nabi Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya, "Semoga Allah memberkahimu
kejujuranmu." Kalau saja ia membeli segenggam tanah pasti diberkahi.
Kesebelas, qana'ah
dan ridha dengan pembagian Allah, tidak melihat kepada orang yang di atasnya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sungguh telah
beruntung orang yang memeluk Islam, diberi rizki yang cukup, dan Allah
menganugerahkan sifat qanaah kepadanya terhadap pemberian-Nya." (HR.
Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar