Oleh : Mas Jay
Kenyataan pahit dalam hidup sebagai
bangsa di alam mencekam ini. Salah satu contoh adalah, membiarkan becak
menghalangi lalu lintas jalan raya yang sangat penuh dengan kendaraan bermotor
pada waktu tertentu, ini adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Berapa
banyak pemerintah daerah yang berani melarang becak berlalu lalang menyumbat
kendaraan bermotor di jalan raya kota. Orang dapat saja mengatakan, kalau becak
dilarang lewat di jalan-jalan besar kita, mau di kemanakan para pengemudinya
yang lalu jadi pengangguran. Memang ini adalah
kenyataan, tetapi mengambil kebijakan itu jelas akan menjadikan kita terpaksa
berbuat “tidak bijaksana”. Dalam hal ini menjadi jelas bagi kita, bahwa kita
pun dalam beberapa hal ”terpaksa” mengambil kebijakan yang tidak bijaksana
selama ini. Ini harus disadari, dengan demikian akan ada kemungkinan “kebijakan
yang tidak bijaksana” itu nantinya akan kita rubah juga. Tapi lain keadaanya
jika kebijakan itu dipertahankan mati-matian, dan dibuat dengan segala upaya
agar tampak bijaksana apapun alasannya. Itu jelas merupakan sesuatu yang akan
merugikan pengambil kebijakan dalam jangka panjang.
Kebijakan demi kebijakan yang hanya
bersifat tambal sulam, dilaksanakan di hampir seluruh tanah air kita. Tidakkah
mereka takut, akibat kebijakan itu melahirkan birokrasi dan aparat keamanan dan
pertahanan yang sekarang menjadi ekstra kuat, pada akhirnya hanya akan
menghadapi dua pilihan rumit: terus menjalankan pekerjaan, walau tidak sesuai
dengan kebutuhan hidup atau menuruti segelintir orang yang menjadikan diri
mereka para penjaga ”preman preman besar” yang menguasai kehidupan
kawasan-kawasan mewah di daerah perkotaan kita.
Jelaslah dalam hal ini, bahwa
kebijakan tambal sulam yang dilakukan pemerintah daerah dan pemerintah pusat
sering kali tidak memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan kota-kota besar
maupun kota-kota kecil kita. Ini terjadi karena berbagai keputusan yang diambil
tidak memiliki perspektif jangka panjang yang baik. Karena KKN, aparat
pemerintahan juga tahu bahwa berbagai proyek yang diputuskan tidak akan
memenuhi sasaran yang diharapkan, karena ”ritual kegagalan” itu menghantui kita
semua dan membuat ketidak percayaan kepada pemerintah semakin menjadi.
Semua itu menunjuk kepada kenyataan
pahit yaitu kehidupan ”orang-orang kecil” di kawasan kumuh perkotaan tidak
dapat diatasi dengan proyek tambal sulam. Karenanya semua pihak baik pemerintah
daerah maupun masyarakat setempat harus bersama-sama memecahkan masalah dasar
yang dihadapi kaum miskin itu. Hanya dengan menghilangkan sikap saling
mencurigai antar kedua belah pihak, baru dapat diperoleh penyelesaian hakiki
bagi kawasan kumuh di kota-kota kita dewasa ini. Ini memang tugas berat
mengingat keberagaman kekuatan-kekuatan yang mencoba mengatasinya. Memang mudah
bagi masing-masing pihak untuk menyatakan untuk ”membereskan” masalah yang dihadapi,
tapi sulit menerapkan hal itu dalam kenyataan.
Akhir akhir ini muncul ungkapan
agar pemerintah hadir pada berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Seberapa
besar kehadiran itu diperlukan, tentu tergantung dari kondisinya di lapangan.
Dalam hal menyangkut masalah yang berdampak luas dan bersifat strategis bagi
kepentingan bangsa dan negara, demi menjaga stabilitas dan keadilan, pemerintah
perlu hadir untuk memulihkan keadaan.
Di sinilah intervensi pemerintah
diperlukan karena ada kondisi obyektif sesuai kebutuhan menjaga ketertiban,
stabilitas dan keberlanjutan pembangunan. Intinya, secara obyektif intervensi
pemerintah diperlukan mengatasi masalah, bukan menciptakan masalah. Bagaimana
intervensi pemerintah di bidang ekonomi, apakah boleh atau tidak. Namun
sepanjang tindakan intervensi yang dilakukan jangan sampai menimbulkan
masalah baru karena inti dari tindakan intervensi menyelesaikan masalah. Contoh
paling sering kita lihat adalah ketika nilai tukar menguat atau sebaliknya, BI
selalu melakukan intervensi moneter untuk menjaga stabilitas ekonomi. Contoh lain ketika harga bahan
pangan meningkat, demi menjaga stabilitas pasokan dan harga, pemerintah bisa
membuka kran impor, melakukan operasi pasar dan bisa saja melakukan kontrol
harga, Langkah ini juga ditujukan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Kebijakan tax
amnesty juga dapat dipandang sebagai upaya melakukan intervensi fiskal
untuk menciptakan tatanan kebijakan fiskal lebih meningkatkan pendapatan dari
pajak dan mendorong repatriasi dan investasi. Jadi, kita tidak boleh bersikap
hitam putih dalam melihat fenomena ekonomi. Banyak diantara kita “terkecoh”
dengan dalil ekonomi pasar yang jargonnya paling kesohor adalah jangan ganggu
kerjanya mekanisme pasar dengan berbagai bentuk intervensi pemerintah karena
tindakan ini dapat menghambat pertumbuhan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dalil bisa benar jika persaingan
sempurna, tetapi pada dewasa ini persaingan yang sempurna itu tidak pernah ada
sehingga berdasarkan pertimbangan obyektif, pemerintah harus melakukan
intervensi untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Yang tidak boleh dilakukan bila
tindakan intervensinya mengandung implikasi “ngrecokin” sehingga mendistorsi
pasar. Karena itu, intervensi harus tepat sasaran dan momennya. Intervensi
adalah hak diskresi pemerintah untuk melakukan tindakan ketika sistem ekonomi
tidak mampu bekerja optimal karena di pasar terjadi distorsi dan gangguan. Ciri
pasar yang mengalami distorsi antara lain terhambatnya proses supply chain
dari pusat produksi menuju pusat distribusi akibat monopoli, oligopoli
atau kartel. Hal ini umumnya terjadi pada proyek-proyek bisnis yang membutuhkan
pembiayaan besar, mempunyai imbal hasil yang rendah, investasinya berjangka
panjang dan/atau berisiko tinggi, namun proyek tersebut memiliki economic
outcomes yang tinggi. Contoh pada proyek pembangunan infrastruktur,
industri strategis dan bersifat pionir, serta pembangunan sektor kemaritiman.
Oleh sebab itu, jika kebijakan pemerintah lebih mendorong agar BUMN diprivatisasi
adalah merupakan kebijakan yang tidak bijaksana dan bisa dikatakan
inkonstitusional.
Lalu bagaimana jika intervensi
pemerintah dikaitkan dengan kebijakan pemerintah tentang deregulasi?
Jawabannya, intervensi pemerintah hakekatnya untuk mengatasi kondisi yang
terjadi di masyarakat karena ada persoalan anomali, siklus bisnis yang sangat
labil sehingga menimbulkan ketidakpastian berusaha. Dalam konteks ekonomi
pasar, intervensi bersifat sementara sampai kondisi pergerakan ekonomi dan
bisnis normal kembali. Artinya intervensi tersebut dilakukan untuk meredam
siklus bisnis atau siklus ekonomi atau biasa disebut dengan tindakan yang
bersifat contracyclical.
Konsep ini bagi yang bekerja BI dan
kementrian keuangan sangat difahami dimana kedua lembaga tersebut sebagai
pemegang otoritas/kendali kebijakan makro ekonomi. Namun konsep yang sama tidak
selalu difahami oleh mereka yang bekerja di kementrian teknis lainnya di sektor
ekonomi karena mereka lebih berorientasi sebagai pemegang otoritas perizinan
dan regulasi teknis yang atas pelaksanaan kewenangannya tersebut mereka banyak
sekali menerbitkan aturan yang adakalanya tumpang tindih, multi tafsir, baik
yang dibuat pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Akibatnya mengganggu kepastian
usaha dan high cost economy. Fenomena ini di respon pemerintah dengan
menerbitkan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi.
Penjelasan tersebut adalah yang
membedakan antara intervensi pemerintah dengan deregulasi dan de birokratisasi.
Pemerintah membutuhkan kedua instrumen kebijakan tersebut karena pemerintah
memerlukan stabilitas perekonomian dan di sisi lain pemerintah juga butuh iklim
berusaha yang kondusif agar kegiatan dan proses ekonomi di dalam negeri tidak
banyak mengalami hambatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar