Selasa, 20 Maret 2018

Jaman Edan Karena Hati Manusianya yang Edan



Oleh : Mas Jay
Ada ungkapan bahasa jawa mengatakan “saiki jaman edan, yen ora edan bakal ora keduman”, benarkah demikian?. Begitulah beberapa petikan sabda dari ramalan Prabu Jayabaya akan kondisi dimasa yang datang setelah kepergiaannya keharibaan sang pencipta. Kondisi ini akan dialami oleh umat manusia pada saat zaman Kalabendu (zaman malapetaka atau huru-hara) telah datang. Untuk dapat melihat apakah zaman Kalabendu seperti yang telah diramalkan oleh sang Pujangga Nusantara tersebut sudah hadir atau belum, silahkan perhatikan beberapa petikan lain dari ramalan Prabu Jaya:
Banjir bandang ana ngendi-endi, gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni, gehtinge kepathi-pati marang pandhita kang oleh pati geni, marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti; (banjir bandang dimana-mana, gunung meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada isyarat dahulu sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur, karena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya)
Pancen wolak-waliking jaman, amenangi jaman edan, ora edan ora kumanan, sing waras padha nggagas, wong tani padha ditaleni, wong dora padha ura-ura, beja-bejane sing lali,
isih beja kang eling lan waspadha; (sungguh zaman gonjang-ganjing, menyaksikan zaman gila, tidak ikut gila tidak dapat bagian, yang sehat pada olah pikir, para petani dibelenggu
para pembohong bersuka ria, beruntunglah bagi yang lupa, masih beruntung yang ingat dan waspada
)
Ratu ora netepi janji, musna kuwasa lan prabawane, akeh omah ndhuwur kuda, wong padha mangan wong, kayu gligan lan wesi hiya padha doyan, dirasa enak kaya roti bolu, yen wengi padha ora bisa turu; (raja tidak menepati janji, kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya, banyak rumah di atas kuda, orang makan sesamanya, kayu gelondongan dan besi juga dimakan, katanya enak serasa kue bolu, malam hari semua tak bisa tidur)
Sing edan padha bisa dandan, sing ambangkang padha bisa, nggalang omah gedong magrong-magrong; (yang gila dapat berdandan, yang membangkang semua dapat, membangun rumah, gedung-gedung megah)
Wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes, akeh wong mati kaliren gisining panganan, akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara: (orang berdagang barang makin laris tapi hartanya makin habis, banyak orang mati kelaparan di samping makanan, banyak orang berharta namun hidupnya sengsara)
Wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil, sing ora abisa maling digethingi, sing pinter duraka dadi kanca, wong bener sangsaya thenger-thenger, wong salah sangsaya bungah, akeh bandha musna tan karuan larine, akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe; (orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil, yang tidak dapat mencuri dibenci, yang pintar curang jadi teman, orang jujur semakin tak berkutik, orang salah makin pongah, banyak harta musnah tak jelas larinya, banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab)
Bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret, sakilan bumi dipajeki, wong wadon nganggo panganggo lanang, iku pertandhane yen bakal nemoni wolak-walike zaman; (bumi semakin lama semakin sempit, sejengkal tanah kena pajak, wanita memakai pakaian laki-laki, itu pertanda bakal terjadinya zaman gonjang-ganjing)
Akeh wong janji ora ditepati, akeh wong nglanggar sumpahe dhewe, manungsa padha seneng ngalap, tan anindakake hukuming Allah, barang jahat diangkat-angkat, barang suci dibenci ; (banyak orang berjanji diingkari, banyak orang melanggar sumpahnya sendiri, manusia senang menipu, tidak melaksanakan hukum Allah, barang jahat dipuja-puja, barang suci dibenci)
Akeh wong ngutamakake royal, lali kamanungsane, lali kebecikane, lali sanak lali kadang
akeh bapa lali anak, akeh anak mundhung biyung, sedulur padha cidra, keluarga padha curiga
kanca dadi mungsuh, manungsa lali asale; (banyak orang hamburkan uang, lupa kemanusiaan, lupa kebaikan, lupa sanak saudara, banyak ayah lupa anaknya, banyak anak mengusir ibunya, antar saudara saling berbohong, antar keluarga saling mencurigai, kawan menjadi musuh, manusia lupa akan asal-usulnya)
Ukuman ratu ora adil, akeh pangkat jahat jahil, kelakuan padha ganjil, sing apik padha kepencil, akarya apik manungsa isin, luwih utama ngapusi: (hukuman raja tidak adil
banyak yang berpangkat, jahat dan jahil, tingkah lakunya semua ganjil, yang baik terkucil
berbuat baik manusia malah malu, lebih mengutamakan menipu
)
Wanita nglamar pria, isih bayi padha mbayi, sing pria padha ngasorake drajate dhewe; (wanita melamar pria, masih muda sudah beranak, kaum pria merendahkan derajatnya sendiri)
Wong golek pangan pindha gabah den interi, sing kebat kliwat, sing kasep kepleset, sing gedhe rame, gawe sing cilik keceklik, sing anggak ketenggak, sing wedi padha mati, nanging sing ngawur padha makmur, sing ngati-ati padha sambat kepati-pati; (tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi, yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset, yang besar beramai-ramai membuat yang kecil terjepit, yang angkuh menengadah, yang takut malah mati, namun yang ngawur malah makmur, yang berhati-hati mengeluh setengah mati)
Dari beberapa petikan ramalan Prabu Jayabaya diatas, silahkan sidang pembaca menafsirkan sendiri, apakah kondisi-kondisi seperti diramalkan diatas, hari ini sedang terjadi dan kita hadapi dalam realitas kehidupan nyata masyarakat bangsa kita.
Mari kita kaitkan kondisi masyarakat kita sekarang dengan syariat islam. Kita semua perlu tahu bahwa  aktivitas organ tubuh tidak ada artinya tanpa adanya niat dari hati. Oleh sebab itu, hati kelak akan dipersoalkan dan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah.
Manusia adalah makhluk istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Di antara keistimewaan itu manusia diberi hati. Hati inilah yang nanti akan memberikan komando perintah dan larangan, serta bergerak dan diamnya seluruh organ tubuhnya. Organ tubuh hanyalah pasukan yang siap selalu menanti instruksi dari sang pemimpin. Semua organ tubuh berada di bawah perbudakan hati dan di bawah kehendaknya. Dari hatilah manusia berada di atas jalan yang benar, dan penyimpangan itu berasal.
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Ketahuilah bahwa di dalam tubuh terdapat segumpal darah. Jika ia baik maka baik pula seluruh tubuh, jika rusak, buruk pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah, dia itu adalah hati.”
Seorang ulama mengatakan tentang hati ini: “Jisim yang sangat halus, terletak di dalam hati yang berupa daging, seperti menempelnya sifat pada benda yang disifatinya.”
Dari pengertian di atas dapatlah dipahami bahwa hati yang dimaksud bukanlah semata hati jasmani berupa segumpal daging, yang berbentuk bulat memanjang, berisikan rongga-rongga, dan mengandung darah hitam. Melainkan sesuatu yang sangat abstrak yang tak mudah ditembus oleh kekuatan indrawi. Ia merupakan ihwal ruhaniah.
Setiap kita wajib mensyukuri atas nikmat dianugerahkannya hati serta meyakini keagungan di balik penciptaan Tuhan ini. Dengan hati inilah manusia berada pada tingkatan paling tinggi dibanding makhluk lainnya.
Firman-Nya, “Sungguh telah kami jadikan manusia dalam bentuk yang baik.” (QS.At-Tin: 4)
Namun pada sisi lain nilai manusia lebih hina dan lebih buruk daripada binatang, sebagaimana firman-Nya:“Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi nereka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179)
Semua aktivitas organ tubuh tidak ada artinya tanpa adanya niat dari hati. Oleh sebab itu, hati kelak akan dipersoalkan dan dimintai pertanggungjawabannya. Karena setiap pemimpin akan ditanyai perihal kepemimpinannya.
Secara obyektif, hati menyadari hakikat ketulusan dan kepalsuan. Bagaimana pun keadaan sebuah amal yang dilakukan, maka hati yang mengetahui kapasitas amal itu. Sebab hati akan selalu menempati posisi yang pertama menanggung berbagai resiko dari seluruh perbuatan yang dilakukan. Karena hakikat kejujuran berupa kebaikan atau keburukan, kesenangan atau kesusahan, berada dan berkisar dalam hati. Ada pepatah mengatakan, “hati tak pernah berbohong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar