Pentingnya sebuah pendidikan bagi manusia sudah tidak perlu
diragukan lagi. Namun sayangnya, kelakuan tidak bermoral dan perbuatan negatif
lainnya seperti korupsi di negeri ini justru dilakukan oleh mereka yang telah
mendapatkan pendidikan. Bahkan mereka itu telah mendapatkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi atau universitas. Itulah yang membuat kita miris. Mengapa
banyak orang pinter di negeri ini menjadi keblinger? Apa yang menyebabkan
mereka seperti itu? Pintar tetapi tersesat jalan. Pendidikan macam apa yang
telah mereka lalui sehingga otak lebih dominan ketimbang watak. Pasti ada yang
salah dalam implementasi pendidikan watak. Kesalahan itu mudah saja dilihat
karena minimnya pendidikan keteladanan. Pendidikan watak hanya menjadi sebuah
teori yang miskin aplikatif. Kejujuran menjadi barang mahal di era persaingan
global. Takwa menjadi kata yang mudah diucapkan tetapi sulit dijalankan. Kita
pun menjadi orang yang munafik. Seolah-olah kita telah menjadi seorang ustadz
yang bijaksana di kampung maling. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Urgensi
Pendidikan dimulai dari manusia dilahirkan dari rahim ibundanya. Seorang anak
bagaikan kertas putih yang siap dituliskan isinya. Orang tuanyalah yang akan
membentuk karakter atau watak anaknya. Oleh karenanya pendidikan keluarga
adalah pendidikan yang sangat penting di dalam frase pertumbuhan anak. Bila
pendidikan dalam keluarganya baik, maka ketika sang anak berhadapan dengan
lingkungan sekitarnya akan berusaha untuk menyampaikan kebaikan. Hati nuraninya
akan berontak ketika ada sesuatu yang tak sesuai hati nuraninya. Di situlah
sebenarnya peran penting ayah dan ibu. Tak salah bila kitab suci selalu
mengingatkan, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.
Ketika pendidikan keluarga telah berjalan baik, maka ada
jenjang pendidikan formal yang harus mereka lalui. Orang banyak biasa
menyebutnya sekolah. Di jenjang sekolah itulah pendidikan harus berjalan baik,
dan sesuai dengan defenisi di mana peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki:
1. Kekuatan spiritual keagamaan,
2. Pengendalian diri,
3. Kepribadian,
4. Kecerdasan,
5. Akhlak mulia,
6. Keterampilan
1. Kekuatan spiritual keagamaan,
2. Pengendalian diri,
3. Kepribadian,
4. Kecerdasan,
5. Akhlak mulia,
6. Keterampilan
Dari keenam hal di atas nampak jelas bahwa tujuan bersekolah
seharusnya sesuai dengan definisi pendidikan yang sesuai dengan UU No. 20 tahun
2003. Namun dalam kenyataannya seperti jauh panggang dari api. Sekolah belum
menghasilkan peserta didik yang secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Kenapa hal itu sampai terjadi? Karena banyak dari pendidik
tak menguasai konsep dasar dari pendidikan itu sendiri. Bahkan banyak guru yang
belum mampu memberikan contoh atau teladan yang baik dari tujuan bersekolah.
Janganlah heran bila kita lebih mudah melahirkan generasi yang berotak cerdas
daripada generasi yang berwatak cerdas. Cerdas otak tanpa disertai cerdas watak
akan melahirkan generasi keblinger.
Sekarang saatnya kita mulai melakukan instrospeksi diri yang
dimulai dari diri sendiri. Coba tanyakan kepada diri apakah pendidikan watak
telah sampai ke otak dan hati nurani kita? Bila pendidikan watak lebih dominan,
maka hati tak akan rusak oleh gemerlapnya kehidupan dunia yang fana ini. Dia
tak akan pernah korupsi atau berbuat curang karena kekuatan spiritual keagamaan
telah bersemi di dalam hati orang yang mengaku telah beragama dan menyembah
Tuhannya.
Begitu juga dengan pengendalian diri. Peserta didik yang sudah
diberikan bekal bagaimana mengendalikan dirinya akan jauh lebih bijak dalam
bertindak karena matang dalam berpikir. Tidak mudah emosi dan mampu
mengendalikan dirinya dari hal-hal yang tidak baik. Di situlah kepribadian orang
yang berwatak cerdas muncul. Dia akan menjadi pribadi yang tangguh, dan pantang
menyerah. Pribadi yang unggul, dan mampu mandiri. Mereka akan lebih mandiri
lagi bila dibekali dengan pendidikan kewira usahaan. Mindset mereka pun akan
berubah dari mental pegawai menjadi mental pengusaha. Kreativitasnya akan
muncul untuk menciptakan lapangan kerja buat dirinya, dan orang lain.
Imajinasinya akan hidup karena diberi ruang untuk menumbuhkan kreativitasnya
yang unik. Ingatlah! Setiap manusia memiliki lebih dari satu potensi. Pribadi
yang unggul dan mandiri akan menjadi pribadi yang cerdas karena berakhlak
mulia. Akhlak mulia inilah yang harus benar-benar nyata diajarkan kepada para
peserta didik dengan pendidikan keteladanan.
Pendidikan keteladanan itu telah dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW bagi mereka yang menganut agama Islam. Sifat Sidiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah akan tercermin dari peserta didik manakala pendidik atau guru di Indonesia menyadari bahwa sifat kenabian harus dicontohkan, dan bukan hanya sekedar teori yang dihafalkan. Dia memerlukan tindakan nyata dan bukan sebatas kata-kata.
Pendidikan keteladanan itu telah dicontohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW bagi mereka yang menganut agama Islam. Sifat Sidiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah akan tercermin dari peserta didik manakala pendidik atau guru di Indonesia menyadari bahwa sifat kenabian harus dicontohkan, dan bukan hanya sekedar teori yang dihafalkan. Dia memerlukan tindakan nyata dan bukan sebatas kata-kata.
Ketika peserta didik secara aktif telah mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, maka keterampilan yang diperlukan dengan
sendirinya akan mudah masuk ke otak siswa. Sebab keterampilan pada hakekatnya
proses berlatih terus menerus. Siapa yang rajin belajar pasti akan pandai.
Siapa yang rajin menulis, pastilah akan terampil menulis. Karena menulis adalah
sebuah keterampilan yang bisa diajarkan dan bukan bakat.
Akhirnya, saya harus menutup pentingnya pendidikan
keteladanan ini dengan sebuah kata bijak. Semut diseberang lautan tampak,
tetapi gajah di pelupuk mata tak tampak. Seringkali kita menyalahkan orang
lain, dan menganggap diri sendiri lebih hebat dari orang banyak. Bila anda
memang orang hebat, berikanlah pendidikan keteladanan sebab pendidikan
keteladanan saat ini masih hanya sebatas slogan. Satu kata antara perkataan dan
perbuatan menjadi sesuatu yang mustahil terlihat kalau kita sebagai orang
dewasa tak mampu memberikan pendidikan keteladanan. Urgensi pendidikan harus
mengantarkan peserta didik menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas otak, tetapi
juga watak. Tak salah kiranya bila pendidikan watak atau karakter sudah harus
kita benahi di sekolah-sekolah kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar