Oleh : Mas Jay
Wahai saudaraku..
hakekadnya setiap kita adalah pemimpin, paling tidak setiap kita memimpin diri
sendiri, yang jadi kepala rumah tangga punya tanggung jawab memimpin
keluarganya, yang jadi ketua RT memimpin masyarakat satu RT, yang jadi kepala
sekolah memimpin sekolah, yang jadi bupati memimpin masyarakat satu
kabupaten, yang jadi presiden memimpin rakyat satu negara, dan perlu di ketahui
bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. Untuk itu
perlu kita pertanyakan pada diri kita, sudah kah kita melaksanakan kepemimpinan
sesuai dengan syariat. Mengingat belakangan ini susah rasanya menemukan
pemimpin yang sesuai dengan syariat, yaitu pemimpin yang Sidiq, Amanah, Tabliq,
dan Fatonah.
Pemimpin adalah
faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika
pemimpin itu sederhana, jujur, baik, cerdas dan amanah, niscaya rakyatnya akan
makmur. Sebaliknya jika pemimpinnya tidak jujur, korup, serta menzalimi
rakyatnya, niscaya rakyatnya akan sengsara.
Oleh karena itulah
Islam memberikan pedoman dalam memilih pemimpin yang baik. Dalam Al Qur’an,
Allah SWT memerintahkan ummat Islam untuk memilih pemimpin yang baik dan
beriman:
Kabarkanlah kepada orang-orang
munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang
mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan
orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu?
Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.(An Nisaa 4:138-139)
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu): sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada oarng-orang yang zalim ” (QS. Al-Maidah: 51)
“Hai orang2 yang beriman!
Janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi
pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan.
Dan siapa di antara kamu menjadikan mereka menjadi pemimpin, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim” (At Taubah:23)
“Hai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali (teman
atau pelindung)” (An Nisaa:144)
“Janganlah orang-orang
mukmin mengambil orang-orang kafir jadi pemimpin, bukan orang mukmin. Barang
siapa berbuat demikian, bukanlah dia dari (agama) Allah sedikitpun…” (Ali
Imran:28)
Selain beriman,
seorang pemimpin juga harus adil:
Dari Abu Hurairah
ra, ia berkata, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: ada tujuh golongan
manusia yang kelak akan memperoleh naungan dari Allah pada hari yang tidak ada
lagi naungan kecuali naungan-Nya, (mereka itu ialah):
1.
Imam/pemimpin yang adil
2.
Pemuda yang terus-menerus hidup dalam beribadah kepada
Allah
3.
Seorang yang hatinya tertambat di masjid-masjid
4.
Dua orang yang bercinta-cintaan karena Allah, berkumpul
karena Allah dan berpisah pun karena Allah
5.
Seorang pria yang diajak (berbuat serong) oleh seorang
wanita kaya dan cantik, lalu ia menjawab sesungguhnya aku takut kepada Allah
6.
Seorang yang bersedekah dengan satu sedekah dengan amat
rahasia, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh
tangan kanannya
7.
Seorang yang selalu ingat kepada Allah (dzikrull) di
waktu sendirian, hingga melelehkan air matanya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hai orang-orang yang
beriman! Tegakkanlah keadilan sebagai saksi karena Allah. Dan janganlah rasa
benci mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih
dekat dengan taqwa (Q.s. Al-Maidah 5: 8)
Keadilan
yang diserukan al-Qur’an pada dasarnya mencakup keadilan di bidang ekonomi,
sosial, dan terlebih lagi, dalam bidang hukum. Seorang pemimpin yang adil,
indikasinya adalah selalu menegakkan supremasi hukum; memandang dan
memperlakukan semua manusia sama di depan hukum, tanpa pandang bulu. Hal inilah
yang telah diperintahkan al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah ketika
bertekad untuk menegakkan hukum (dalam konteks pencurian), walaupun pelakunya
adalah putri beliau sendiri, Fatimah, misalnya.
Wahai orang-orang
yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi
saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau bapak ibu dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, Allah lebih mengetahui kemaslahatan
keduanya. (Qs. An-Nisa; 4: 135)
Dalam sebuah
kesempatan, ketika seorang perempuan dari suku Makhzun dipotong tangannya
lantaran mencuri, kemudian keluarga perempuan itu meminta Usama bin Zaid supaya
memohon kepada Rasulullah untuk membebaskannya, Rasulullah pun marah. Beliau
bahkan mengingatkan bahwa, kehancuran masyarakat sebelum kita disebabkan oleh
ketidakadilan dalam supremasi hukum seperti itu.
Dari Aisyah ra. bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda: adakah patut engkau memintakan kebebasan dari satu
hukuman dari beberapa hukuman (yang diwajibkan) oleh Allah? Kemudian ia berdiri
lalu berkhutbah, dan berkata: Hai para manusia! Sesungguhnya orang-orang
sebelum kamu itu rusak/binasa dikarenakan apabila orang-orang yang mulia
diantara mereka mencuri, mereka bebaskan. Tetapi, apabila orang yang lemah
mencuri, mereka berikan kepadanya hukum. (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi,
Nasa’i, Abu Daud, Ahmad, Dariini, dan Ibnu Majah)
Dari hadits di
atas, tidak pantas jika kita mengangkat seorang koruptor/pencuri sebagai
pemimpin. Sebaliknya, koruptor harus dihukum agar kita tidak binasa.
Sesungguhnya Allah akan
melindungi negara yang menegakkan keadilan walaupun ia kafir, dan tidak akan
melindungi negara yang dzalim (tiran) walaupun ia muslim. (dari Ali ibn
Abi Thalib)
Pilihlah pemimpin yang
jujur:
Dari Maqil ra.
Berkata: saya akan menceritakan kepada engkau hadist yang saya dengar dari
Rasulullah saw. Dan saya telah mendengar beliau bersabda: seseorang yang telah
ditugaskan Tuhan untuk memerintah rakyat (pejabat), kalau ia tidak memimpin
rakyat dengan jujur, niscaya dia tidak akan memperoleh bau surga. (HR. Bukhari)
Pilih pemimpin
yang Ahli/Amanah sebab jika tak ahli kita semua akan hancur/binasa:
Apabila perkara (urusan)
diserahkan kepada selain ahlinya, maka nantikanlah kiamat/kehancuran. [HR
Bukhari]
..janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.. [Al Baqarah:195]
Pilih pemimpin
yang mau mencegah dan memberantas kemungkaran seperti korupsi, nepotisme,
manipulasi, dll:
Barang siapa melihat
kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka
hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan
yang demikian itulah selemah-lemahnya iman. (HR. Muslim)
Pilih pemimpin
yang bisa mempersatukan ummat, bukan yang fanatik terhadap kelompoknya sendiri:
Padahal Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menyatakan dalam Al Qur’an :
Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian, orang-orang Muslim, dari dahulu (QS. Al Hajj : 78)
Dalam menafsirkan
ayat di atas, Imam Ibnu Katsir menukil satu hadits yang berbunyi :
Barangsiapa
menyeru dengan seruan-seruan jahiliyah maka sesungguhnya dia menyeru ke pintu
jahanam. Berkata seseorang : Ya Rasulullah, walaupun dia puasa dan shalat?Ya,
walaupun dia puasa dan shalat, walaupun dia mengaku Muslim. Maka menyerulah
kalian dengan seruan yang Allah telah memberikan nama atas kalian, yaitu : Al
Muslimin, Al Mukminin, Hamba-Hamba Allah. (HR. Ahmad jilid 4/130, 202 dan jilid
5/344)
Ada beberapa sifat
baik yang harus dimiliki oleh para Nabi, yaitu: Amanah (dapat dipercaya),
Siddiq (benar), Fathonah (cerdas/bijaksana), serta tabligh (berkomunikasi dgn
baik dgn rakyatnya). Sifat di atas juga harus dimiliki oleh pemimpin yang kita
pilih.
Pilih pemimpin
yang amanah, sehingga dia benar-benar berusaha mensejahterakan rakyatnya. Bukan
hanya bisa menjual aset negara atau kekayaan alam Indonesia untuk kepentingan
pribadi dan kelompoknya.
Pilih pemimpin
yang cerdas, sehingga dia tidak bisa ditipu oleh anak buahnya atau kelompok
lain sehingga merugikan negara. Pemimpin yang cerdas punya visi dan misi yang
jelas untuk memajukan rakyatnya.
Terkadang kita
begitu apatis dengan pemimpin yang korup, sehingga memilih Golput. Sikap golput
atau tidak memilih pemimpin merupakan sikap yang kurang baik. Dalam Islam,
kepemimpinan itu penting, sehingga Nabi pernah berkata, jika kalian bepergian,
pilihlah satu orang jadi pemimpin. Jika hanya berdua, maka salah satunya jadi
pemimpin. Sholat wajib pun yang paling baik adalah yang ada pemimpinnya (imam).
Pilih pemimpin
yang hidup sederhana. Tidak menumpuk harta, tapi mensedekahkan sebagian besar
hartanya untuk rakyatnya.
Karena pemboros
itu menurut Allah adalah temannya Setan:
Berikanlah hartamu kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros.
Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat
ingkar kepada Tuhannya.[Al Isra:26-27]
Pemimpin yang
boros misalnya jam tangan puluhan juta, baju puluhan juta, demikian pula sepatu
dsb sehingga yang melekat di badan saja bisa Rp 1 milyar lebih, kemudian
mobilnya banyak dan mahal seperti Alphard sehingga total bisa Rp 5 milyar lebih
dan rumah bisa Rp 10 milyar dan bukan cuma 1, kemungkinan besar dia akan jadi
koruptor atau penerima “Hibah” (gratifikasi/suap). Karena gaji anggota DPR itu
paling Rp 60 juta / bulan. Setahun Rp 720 juta dan dalam 5 tahun cuma Rp 3,6
milyar. Bahkan kalau menjabat selama 10 tahun pun cuma terkumpul Rp 7,2 milyar
padahal dia harus keluar uang untuk belanja keluarganya. Jadi kalau hartanya Rp
16 milyar, dari mana selisih Rp 8,8 milyar kalau tidak dari korupsi / hibah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar