POLITIK DAN PERSEPSINYA
Oleh : Mas Jay
Sebagian dari kita mungkin akan
menjawab dengan kekuasaan, kepentingan, pengaruh, atau istilah terkait politik
lainnya. Namun, saya percaya, banyak dari kita akan mengeluarkan jawaban-jawaban
yang cenderung bernada negatif, seperti “politik itu kotor”, “politik itu
sarang korupsi”, “politik ajang berebut kekuasaan”, atau “meraih jabatan dengan
menghalalkan segala cara”. Jika melihat situasi Indonesia hari ini, tidak heran
memang persepsi bahwa politik itu kotor masih cukup dominan di
masyarakat.
dari masa Orde Baru, dunia
perpolitikan Indonesia memang belum bisa dibilang membanggakan. Pengalaman
dipimpin selama 32 tahun oleh presiden yang sama, dibarengi korupsi, kolusi,
serta nepotisme yang menjalari pemerintahan tentu menumbuhkan persepsi buruk
dalam kepala kita tentang politik dan birokrasi. Kini, hampir dua dekade
reformasi bergulir, masalah-masalah tersebut belum juga selesai. Setiap hari
media massa memberitakan terungkapnya kasus korupsi, dari penangkapan kepala
daerah sampai anggota dewan. Seakan-akan ingin menegaskan bahwa korupsi semakin
merajarela di negeri ini. Di sisi lain, para elit politik juga sudah tidak
malu-malu lagi memuaskan hasrat akan kekuasaan dan keserakahannya meskipun itu
bertentangan dengan kepentingan rakyat. Ramai-ramai mereka membela kepentingan
pribadi dan golongan di hadapan rakyat yang kemudian hanya bisa mencaci atau
akhirnya pasrah. Dengan begitu banyaknya pemberitaan negatif dari dunia politik
nasional, tidak heran persepsi politik menjadi sangat negatif bagi kita.
Salah satu akibat dari buruknya
citra politik di negeri ini adalah perginya anak-anak muda dari ranah ini.
Kita, sebagai anak muda yang identik dengan semangat menggebu-gebu dan
idealisme tinggi, sudah terlanjur menganggap politik itu kotor. Daripada masuk
ke dunia politik, kebanyakan dari kita tentu akan memilih bekerja di korporasi
atau perusahaan multinasional yang kita yakini mampu menjamin masa depan kita
dan menjauhkan kita dari kebobrokan politik maupun pemerintahan negeri ini.
Kalaupun ada sebagian dari kita yang dengan idealismenya ingin memperbaiki
keadaan, pada akhirnya lebih memilih mundur secara teratur ketika dihadapkan
pada risiko-risiko yang harus dihadapi apabila menentang arus.
Sayangnya, tanpa disadari,
keputusan kita untuk menjauhi politik karena citranya yang buruk berdampak pada
kondisi politik itu sendiri. Bayangkan apabila seluruh anak-anak muda yang
cerdas dan memiliki idealisme enggan berkiprah di dunia politik. Apa yang akan
terjadi? Jika seluruh anak muda yang cerdas dan memiliki idealisme meninggalkan
politik, tentunya dunia politik akan diisi oleh orang-orang dengan kemampuan
seadanya dan parahnya tanpa idealisme. Persis dengan kondisi politik nasional
hari ini. Politik nasional kita dipenuhi oleh orang-orang yang (seringkali) bukan
orang terbaik di bidangnya dan rela menjual negara untuk kekayaan pribadi.
Tapi, apakah bener politik itu
kotor? Jika kita merujuk pada para pemikir dan akademisi ilmu politik, tidak
ada satupun makna negatif dalam pengertian politik. Sebaliknya, politik selalu
dikaitkan dengan pengambilan keputusan, kepentingan masyarakat luas, dan
menciptakan kehidupan yang lebih baik. Kekuasaan memang pada akhirnya
bergantung dari pemegangnya. Apabila orang baik yang berkuasa, kebaikan akan
tersebar luas. Sebaliknya, apabila orang jahat yang berkuasa, kerusakan yang
akan merajarela.
Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik atau Negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan
sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Politik diartikan sebagai
usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. – Miriam Budiardjo (Guru Besar
Ilmu Politik Universitas Indonesia)
Untuk menjawab pertanyaan “apakah
politik itu kotor?”, menurut saya, jika kita takut berpolitik karena kita
berpikir politik itu kotor dan penuh orang-orang jahat, seperti debu yang ada
dimana-mana, kejahatan juga ada di semua bidang pekerjaan. Orang jahat memang
bukan hanya dari kalangan politisi, kan. Dokter, pengacara, polisi, direktur,
pengusaha, dan insinyur pun ada yang jahat atau curang dalam menjalankan
profesinya. Artinya, mau menjadi apapun kita, bekerja di bidang apapun, kita
bisa memilih untuk menjadi orang baik atau orang jahat. Meskipun sistem dan
lingkungan berpengaruh, pada akhirnya, kita yang paling berperan menentukan,
bukan.
Sebagaimana semua bidang pekerjaan lainnya, politik
bisa menjadi jalan bagi kita menuju surga, atau sebaliknya, neraka. – Berliana
Kartakusumah
Secara sederhana, berpolitik,
merebut kekuasaan, dan mengambil bagian dalam pengambilan keputusan bisa
membawa kita ke surga manakala kekuasaan itu kita gunakan untuk mensejahterakan
banyak orang. Manakala kekuasaan itu hanya digunakan untuk kepentingan pribadi
sehingga menyengsarakan banyak orang, tentu saja kekuasaan tersebut akan
menyeret kita ke neraka. Hal tersebut karena setiap kebijakan yang lahir dari
proses politik akan berdampak tidak hanya kepada segelintir orang. Kebijakan
yang diambil akan berdampak pada ribuan, jutaan, bahkan hingga 250 juta orang
jika kebijakan tersebut bersifat nasional. Sebagaimana sebuah koin, politik
memiliki dua sisi. Sayangnya, sepertinya lebih banyak dari kita yang melihat
politik dari sisi gelapnya daripada berusaha melihat politik sebagai peluang
untuk melakukan perubahan secara masif.
Lalu, mengapa hanya sedikit orang
yang melihat politik sebagai sarana mencipta perubahan? Persepsi negatif yang
terlanjur tertanam dalam benak masyarakat dan kebobrokan politik serta
pemerintahan yang sudah berlangsung lama bisa dikatakan sebagai penyebab
munculnya skeptisme terhadap politik dan pemerintah. Menghadapi berbagai
masalah di sekitar kita, kebanyakan dari kita sudah lelah berteriak namun
diabaikan pemerintah. Daripada menunggu pemerintah berbuat, sebagian dari kita
berinisiatif mencarikan solusi melalui program atau gerakan yang mereka gagas.
Tidak ada yang salah dari mencari
solusi dan menginisiasi gerakan perubahan. Namun, tidak semua dari kita paham
bahwa pada akhirnya perubahan di tataran politik dan pemerintahan tetap
dibutuhkan. Ini membuat kita seringkali lupa bahwa akar permasalahan dari
situasi di negeri ini salahsatunya adalah para pengambil keputusan dan
kebijakan yang tidak benar-benar menjalankan tanggung jawabnya untuk
mensejahterakan rakyat. Akibatnya, banyak perubahan yang kandas di tengah jalan
karena terbentur regulasi atau bahkan dicekal oleh penguasa yang tidak suka
dengan gagasan perubahan tersebut.
Jika ingin benar-benar membuat
perubahan, usaha penyelesaian masalah sudah semestinya dimulai dari mencari
akar masalahnya untuk kemudian diselesaikan dari penyebab masalah tersebut
muncul. Ketika melihat banyaknya masalah pendidikan di negeri ini, tidak bisa
hanya dengan mengajak seluruh lapisan masyarakat ambil bagian dari penyelesaian
masalah pendidikan. Karena itulah Anies Baswedan tidak berhenti ketika telah
berhasil menggagas gerakan Indonesia Mengajar, tetapi turut berpolitik sehingga
dapat menjadi Menteri Pendidikan seperti sekarang. Kini, dengan posisinya
sebagai pimpinan institusi pendidikan di negeri ini, beliau tentu lebih leluasa
mencipta perubahan dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang
dicita-citakannya dalam gerakan Indonesia Mengajar. Pada kasus lainnya, ketika
kita melihat kota tempat kita semrawut, tidak bisa hanya dengan menggagas forum
komunitas untuk mengubah infrastruktur kota melalui kreativitas dan
perencanaan.
Perubahan melalui politik yang
diarahkan pada pemerintahan dapat berdampak luas karena dua hal: negara
(pemerintah) memiliki kewajiban untuk mengangkat taraf hidup masyarakatnya dan
pada saat yang sama memiliki sumber daya besar untuk mengimplementasikan
perubahan secara masif pada skala yang lebih luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar