Oleh
: Mas Jay
1. Macam-Macam Kekuasaan Negara
Kekuasaan dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk memengaruhi orang lain supaya melakukan
tindakan-tindakan yang dihendaki atau diperintahkannya. Adapun kekuasaan negara
merupakan kewenangan negara mengatur seluruh rakyat untuk mencapai keadilan,
kemakmuran, dan keteraturan. Adanya pembagian kekuasaan merupakan salah satu
prinsip demokrasi yang bersifat universal. Dengan adanya pembagian kekuasaan
dalam negara dapat diharapkan dapat mencegah kesewenang-wenangan dari penguasa.
Berikut beberapa teori pembagian kekuasaan yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
a. John Locke; Dalam bukunya
yang berjudul Two Treaties on civil Goverment, ia menyebutkan bahwa
kekuasaan dibagi menjadi tiga, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
federatif.
b. Van Vallenhoven; Membagi
kekuasaan negara menjadi empat yang disebut teori caturpraja, yaitu kekuasaan
legislatif, eksekutif, yudikatif, dan polisi.
c. Montesquieu; Teorinya
disebut dengan istilah trias politika, yang membagi kekuasaan negara menjadi
tiga yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
d. Lemaire; Teorinya dikenal
dengan sebutan pancapraja, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, untuk
kesejahteraan, yudikatif, dan kepolisian.
2. Sistem Pembagian Kekuasaan di Indonesia.
Sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia tidak terlepas dari ajaran trias politika yang dikemukakan oleh
Montesquieu. Ajaran tersebut merupakan ajaran tentang pemisahan kekuasaan
negara menjadi tiga yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang masing-masing
kekuasaan kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan
mandiri, maksudnya masing-masing badan tersebut antara satu dan lainnya tidak
dapat saling memengaruhi dan tidak pula saling meminta pertanggungjawaban. Apabila
ajaran trias politika dimaknai sebagai suatu ajaran pemisahan kekuasaan, sangat
jelas bahwa UUD 1945 menganut ajaran tersebut karena dalam UUD 1945 dijelaskan
bahwa kekuasaan negara dipisah-pisahkan dan masing-masing kekuasaan negara
tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.
a. Pembagian Kekuasaan secara Horizontal.
Pembagian kekuasaan secara
horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu
yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Berdasarkan ketentuan UUD 1945,
pembagian kekuasaan negara secara hirizontal dilakukan pada tingkatan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat
mengalami pergeseran setelah terjadinya amandemen UUD 1945. Adapun Pergeseran yang
dimaksud adalah
1.
Kekuasaan Konstitusi, Yaitu
kekuasaan untuk mengubah dan menetapkan undang- ndang dasar.Kekuasaan ini
dijalankan oleh MPR sebagaimana dijelaskan dalam pasal 3 ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan UUD.
2.
Kekuasaan eksekutif, yaitu
kekuasaan untuk menjalankan undang undang dan penyelenggaraan pemerintah negara.
Kekuasaan ini dipegang oleh presiden sebagaimana ketentuan dalam pasal 4 ayat
(1) UUD1945 yang menyatakan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintah menurut UUD).
3.
Kekuasaan legislatif., yaitu
kekuasaan untuk membentuk UU. kekuasaan ini dipegang oleh DPR sebagaimana
ditegaskan dalam pasal 20 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “DPR memegang
kekuasaan membentuk UU).
4.
Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman, yaitu
kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kekuasaan ini dipegang oleh MA dan MK pasal 24 ayat (2) UUD 1945 “Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah MA dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh suatu MK).
5.
Kekuasaan eksaminatif atau inspektif, yaitu
kekuasaan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksa atas pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Dijelaskan dalam pasal 23E ayat (1)
UUD 1945 yang menyatakan ” Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri”
6.
Kekuasaan Moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan
dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran , serta memelihara kesetabilan rupiah. dijelaskan dalam pasal 23D UUD
1945 “Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan
,tanggung jawab, dan independensinya diatur dalam undang-undang.
b. Pembagian Kekuasaan secara Vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal
merupakan pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatannya, yaitu pembagian
kekuasaan antar beberapa tingkatan pemerintah. Di dalam pasal 18 ayat (1) UUD
1945 ditegaskan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah,
yang diatur dengan undang-undang.
3.
Tugas dan wewenang presiden sebagai kepala negara dan sebagai kepala
pemerintahan
Dari uraian sebelumnya kalian
tentunya sudah memahami bahwa sistem pemerintahan yang dianut oleh negara kita
adalah sistem pemerintahan presidensiil. Dalam sistem presidensiil, kedudukan
presiden sangat kuat, karena ia merupakan kepala negara sekaligus sebagai
kepala pemerintahan. Dengan demikian, seorang Presiden mempunyai kewenangan
yang sangat banyak.
1.
Kewenangan Presiden Republik Indonesia sebagai Kepala
Negara
2.
Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10).
3.
Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 1).
4.
Membuat perjanjian internasional lainnya dengan
persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 2).
Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12).
Menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12).
5.
Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta,
Presiden memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 1 dan 2).
6.
Menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 Ayat 3).
7.
Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
MA (Pasal 14 Ayat 1). Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat 2).
8.
Memberi gelar, tanda jasa, dan lain lain tanda
kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15).
Kewenangan Presiden Republik
Indonesia sebagai Kepala Pemerintahan
1.
Memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1).
2.
Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR (Pasal 5
ayat 1).
3.
Menetapkan Peraturan Pemerintah (Pasal 5 ayat 2).
4.
Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden (Pasal 16).
5.
Mengangkat dan memberhentikan menteri- menteri (Pasal
17 ayat 2).
6.
Membahas dan memberikan persetujuan atas RUU bersama
DPR serta mengesahkan RUU (Pasal 20 ayat 2 dan 4).
7.
Menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU
dalam kepentingan yang memaksa (Pasal 22 ayat 1).
8.
Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23 ayat 2).
9.
Meresmikan keanggotaan BPK yang dipilih DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD (Pasal 23F ayat 1).
10. Menetapkan
hakim agung dari calon yang diusulkan Komisi Yudisial dan disetujui DPR (Pasal
24A ayat 3).
11. Mengangkat
dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR (Pasal 24B
ayat 3).
12. Mengajukan
tiga orang calon hakim konstitusi dan menetapkan sembilan orang hakim
konstitusi (Pasal 24C ayat 3).
Tugas dan kewenangan presiden yang
sangat banyak ini tidak mungkin dikerjakan sendiri. Oleh karena itu, presiden
memerlukan orang lain untuk membantunya. Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden
Republik Indonesia dibantu oleh seorang wakil presiden yang dipilih bersamaan
dengannya melalui pemilihan presiden, serta membentuk beberapa kementerian negara
yang dipimpin oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara ini dipilih
dan diangkat serta diberhentikan oleh presiden sesuai dengan kewenangannya.
Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam
Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan:
1.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
2.
Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh
presiden.
3.
Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan.
4.
Pembentukan, perubahan, dan pembubaran kementerian
Negara diatur dalam undang-undang.
Selain diatur oleh UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, keberadaan kementerian negara juga diatur dalam
sebuah undang-undang organik, yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Undang-undang ini mengatur
semua hal tentang kementerian negara, seperti kedudukan, tugas pokok, fungsi,
susunan organisasi, pembentukan, perubahan, penggabungan, pemisahan atau
penggantian, pembubaran/penghapusan kementerian, hubungan fungsional
kementerian dengan lembaga pemerintah non-kementerian dan pemerintah daerah
serta pengangkatan dan pemberhentian menteri. Kementerian Negara Republik
Indonesia mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan
di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara.
a)
Penyelenggara perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya dan
pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.
b)
Perumusan, penetapan, pelaksanaan kebijakan di
bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabnya, pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya, pelaksanaan bimbingan
teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan kementerian di daerah dan
pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
c)
Perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya,
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya dan pengawasan atas
pelaksanaan tugas di bidangnya. Pasal 17 ayat (3) UUD NRI tahun 1945
menyebutkan bahwa “setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam
pemerintahan.” Dengan kata lain, setiap kementerian negara masing-masing
mempunyai tugas sendiri.
Adapun urusan pemerintahan yang
menjadi tanggung jawab kementerian negara adalah sebagai berikut:
1.
Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya
secara tegas disebutkan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi
urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
2.
Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, meliputi urusan agama, hukum,
keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan,
sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan
umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
3.
Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi,
dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi urusan perencanaan pembangunan
nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara,
pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi,
investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan
perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah
tertinggal.
4. Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia
Jumlah kementerian negara dibentuk cukup banyak. Hal ini dikarenakan urusan pemerintahan pun jumlahnya sangat banyak dan beragam. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya.
Jumlah kementerian negara dibentuk cukup banyak. Hal ini dikarenakan urusan pemerintahan pun jumlahnya sangat banyak dan beragam. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34 kementerian negara. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Negara Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan pemerintahan yang ditanganinya.
a. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan
yang nomenklatur/nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut.
1) Kementerian Dalam Negeri
2) Kementerian Luar Negeri
3) Kementerian Pertahanan
1) Kementerian Dalam Negeri
2) Kementerian Luar Negeri
3) Kementerian Pertahanan
b. Kementerian yang mempunyai tugas
penyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan negara dengan upaya pencapaian tujuan
kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan nasional. Kementerian yang
menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD Tahun
1945 adalah sebagai berikut.
1) Kementerian Agama
2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
3) Kementerian Keuangan
4) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
5) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
6) Kementerian Kesehatan
7) Kementerian Sosial
8) Kementerian Ketenagakerjaan
9) Kementerian Perindustrian
10) Kementerian Perdagangan
11) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
12) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
13) Kementerian Perhubungan
14) Kementerian Komunikasi dan Informatika
15) Kementerian Pertanian
16) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
17) Kementerian Kelautan dan Perikanan
18) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
19) Kementerian Agraria dan Tata Ruang
1) Kementerian Agama
2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
3) Kementerian Keuangan
4) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
5) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
6) Kementerian Kesehatan
7) Kementerian Sosial
8) Kementerian Ketenagakerjaan
9) Kementerian Perindustrian
10) Kementerian Perdagangan
11) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
12) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
13) Kementerian Perhubungan
14) Kementerian Komunikasi dan Informatika
15) Kementerian Pertanian
16) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
17) Kementerian Kelautan dan Perikanan
18) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
19) Kementerian Agraria dan Tata Ruang
c. Kementerian yang mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan negara serta menjalankan fungsi perumusan
dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan
kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawabnya, dan pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya.
Kementerian ini yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
1) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
2) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
3) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
4) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
5) Kementerian Pariwisata
6) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
7) Kementerian Pemuda dan Olahraga
8) Kementerian Sekretariat Negara
1) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
2) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
3) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
4) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
5) Kementerian Pariwisata
6) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
7) Kementerian Pemuda dan Olahraga
8) Kementerian Sekretariat Negara
Selain kementerian yang menangani
urusan pemerintahan di atas, ada juga kementerian koordinator yang bertugas
melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang
berada di dalam lingkup tugasnya.
Kementerian koordinator, terdiri
atas beberapa kementerian sebagai berikut:
1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan.
a) Kementerian Dalam Negeri
b) Kementerian Hukum dan HAM
c) Kementerian Luar Negeri
d) Kementerian Pertahanan
e) Kementerian Komunikasi dan Informatika
f ) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
b) Kementerian Hukum dan HAM
c) Kementerian Luar Negeri
d) Kementerian Pertahanan
e) Kementerian Komunikasi dan Informatika
f ) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
a) Kementerian Keuangan
b) Kementerian Ketenagakerjaan
c) Kementerian Perindustrian
d) Kementerian Perdagangan
e) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
f ) Kementerian Pertanian
g) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
h) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
i) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
j) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
b) Kementerian Ketenagakerjaan
c) Kementerian Perindustrian
d) Kementerian Perdagangan
e) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
f ) Kementerian Pertanian
g) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
h) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
i) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
j) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan.
a) Kementerian Agama;
b) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
c) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
d) Kementerian Kesehatan;
e) Kementerian Sosial;
f ) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
g) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan
h) Kementerian Pemuda dan Olahraga.
b) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
c) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
d) Kementerian Kesehatan;
e) Kementerian Sosial;
f ) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi;
g) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan
h) Kementerian Pemuda dan Olahraga.
4) Kementerian Koordinator Bidang
Kemaritiman.
a) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
b) Kementerian Perhubungan
c) Kementerian Kelautan dan Perikanan
d) Kementerian Pariwisata
b) Kementerian Perhubungan
c) Kementerian Kelautan dan Perikanan
d) Kementerian Pariwisata
5. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
Selain memiliki kementerian negara, Republik Indonesia juga memiliki Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang dahulu namanya Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
Selain memiliki kementerian negara, Republik Indonesia juga memiliki Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang dahulu namanya Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
merupakan lembaga negara yang dibentuk untuk membantu presiden dalam
melaksanakan tugas pemerintahan tertentu. Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
berada di bawah presiden dan bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui
menteri atau pejabat setingkat menteri yang terkait.
Keberadaan LPNK diatur oleh
Peraturan Presiden Republik Indonesia, yaitu Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non-Departemen. Berikut
ini Daftar Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang ada di Indonesia:
1.
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), di bawah
koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
2.
Badan Informasi Geospasial (BIG).
3.
Badan Intelijen Negara (BIN).
4.
Badan Kepegawaian Negara (BKN), di bawah koordinasi
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
5.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), di bawah koordinasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak.
6.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di bawah
koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
7.
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL), dibawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
8.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
9.
Badan Narkotika Nasional (BNN).
10. Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
11. Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
12. Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
13. Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di bawah koordinasi Menteri Kesehatan
14. Badan
Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), di bawah koordinasi Menteri Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi.
15. Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
16. Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), di bawah koordinasi Menteri
Lingkungan Hidup.
17. Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di bawah koordinasi Menteri Riset
dan Teknologi.
18. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS),di bawah koordinasi Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian.
19. Badan
Pertanahan Nasional (BPN), di bawah koordinasi Menteri Dalam Negeri.
20. Badan
Pusat Statistik (BPS), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
21. Badan
SAR Nasional (BASARNAS).
22. Badan
Standardisasi Nasional (BSN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan Teknologi.
23. Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), di bawah koordinasi Menteri Riset dan
Teknologi.
24. Badan
Urusan Logistik (BULOG), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian.
25. Lembaga
Administrasi Negara (LAN), di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi.
26. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di bawah koordinasi Menteri Riset dan
Teknologi.
27. Lembaga
Ketahanan Nasional (LEMHANAS).
28. Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
29. Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), di bawah koordinasi Menteri Riset
dan Teknologi.
30. Lembaga
Sandi Negara (LEMSANEG), di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang
Politik, Hukum dan, Keamanan.
31. Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia (PERPUSNAS), di bawah koordinasi Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan.
Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
1. Sistem Nilai dalam Pancasila
1. Sistem Nilai dalam Pancasila
Sistem secara sederhana dapat
diartikan sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan antara nilai yang satu
dan nilai yang lain. Jika kita berbicara tentang sistem nilai berarti ada beberapa
nilai yang menjadi satu dan bersama-sama menuju pada suatu tujuan tertentu. Sistem
nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai sesuatu yang hidup dalam
pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang
dipandang baik. Pancasila sebagai nilai mengandung serangkaian nilai, yaitu:
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan. Kelima nilai tersebut merupakan
satu kesatuan yang utuh, tidak terpisahkan mengacu kepada tujuan yang satu.
Pancasila sebagai suatu sistem nilai termasuk ke dalam nilai moral (nilai
kebaikan) dan merupakan nilai-nilai dasar yang bersifat abstrak.
2. Implementasi Pancasila
Pancasila yang termuat dalam
Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan bangsa Indonesia yang mengandung tiga
tata nilai utama, yaitu dimensi spiritual, dimensi kultural, dan dimensi institusional.
Dimensi spiritual mengandung makna bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai keimanan
dan ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan keseluruhan nilai dalam
falsafah negara. Hal ini termasuk pengakuan bahwa atas kemahakuasaan dan
curahan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa perjuangan Bangsa Indonesia merebut
kemerdekaan terwujud. Dimensi kultural mengandung makna bahwa Pancasila
merupakan landasan falsafah negara, pandangan hidup bernegara, dan sebagai
dasar negara. Dimensi institusional mengandung makna bahwa Pancasila harus
sebagai landasan utama untuk mencapai cita-cita, tujuan bernegara, dan dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam setiap peraturan perundang-undangan
yang telah ada, baik itu ketetapan, keputusan, kebijakan pemerintah, program program
pembangunan dan peraturan-peraturan lain yang pada hakikatnya merupakan
penjabaran nilai-nilai dasar Pancasila.
Aktualisasi nilai spiritual dalam
Pancasila tergambar dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti bahwa
dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh meninggalkan prinsip
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai ini menunjukkan
adanya pengakuan bahwa manusia, terutama penyelenggara negara memiliki keterpautan
hubungan dengan Sang Penciptanya. Artinya, di dalam menjalankan tugas sebagai
penyelenggara negara tidak hanya dituntut patuh terhadap peraturan yang
berkaitan dengan tugasnya, tetapi juga harus dilandasi oleh satu
pertanggungjawaban kelak kepada Tuhan di dalam pelaksanaan tugasnya. Hubungan
antara manusia dan Tuhan yang tercermin dalam sila pertama tersebut sesungguhnya
dapat memberikan rambu-rambu agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran,
terutama ketika dia harus melakukan korupsi, penyelewengan harta negara, dan perilaku
negatif lainnya. Nilai spiritual inilah yang tidak ada dalam doktrin good
governance yang selama ini menjadi panduan dalam praktek penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia masa kini. Nilai spiritual dalam Pancasila ini
sekaligus menjadi nilai lokalitas bagi Bangsa Indonesia yang seharusnya dapat
teraktualisasi dalam tata kelola pemerintahan.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, sila persatuan Indonesia, dan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusayaratan perwakilan merupakan gambaran bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan. Dimensi tersebut mengandung nilai pengakuan terhadap sisi kemanusian dan keadilan (fairness) yang nondiskriminatif; demokrasi berdasarkan musyawarah dan transparan dalam membuat keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu. Nilai-nilai itu sesungguhnya jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, sila persatuan Indonesia, dan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusayaratan perwakilan merupakan gambaran bagaimana dimensi kultural dan institusional harus dijalankan. Dimensi tersebut mengandung nilai pengakuan terhadap sisi kemanusian dan keadilan (fairness) yang nondiskriminatif; demokrasi berdasarkan musyawarah dan transparan dalam membuat keputusan; dan terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa pengecualian pada golongan tertentu. Nilai-nilai itu sesungguhnya jauh lebih luhur dan telah menjadi rumusan hakiki dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Tiga nilai utama yang tertuang
dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 tersebut di atas harus senantiasa menjadi
pertimbangan dan perhatian dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan bangsa. Pancasila sebagai falsafah bangsa dalam bernegara
merupakan nilai hakiki yang harus di-manisfestasikan dalam simbol-simbol
kehidupan bangsa, lambang pemersatu bangsa, dan sebagai pandangan hidup bangsa.
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, nilai falsafah harus di-manifestasikan
di setiap proses perumusan kebijakan dan implementasinya. Nilai Pancasila harus
dipandang sebagai satu kesatuan utuh di setiap praktik penyelenggaraan
pemerintahan yang mengandung makna bahwa ada sumber-sumber spiritual yang harus
dipertimbangkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar tidak terjadi
perlakuan yang sewenang dan diskriminatif. Selain itu, nilai spiritualitas
hendaknya menjadi pemandu bagi penyelenggaraan pemerintahan agar tidak
melakukan aktivitas-aktivitas di luar kewenangan dan ketentuan yang sudah digariskan.
3. Nilai-Nilai Pancasila dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
Pengkajian Pancasila secara
filosofis dimaksudkan untuk mencapai hakikat atau makna terdalam dari
Pancasila. Berdasarkan analisis makna nilai-nilai Pancasila diharapkan akan diperoleh
makna yang akurat dan mempunyai nilai filosofis. Dengan demikian, penyelenggaraan
negara harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut.
a. Nilai Sila Ketuhanan Yang Maha
Esa
1.
Pengakuan adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu
Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan
beribadah menurut agamanya.
3.
Tidak memaksa warga negara untuk beragama, tetapi
diwajibkan memeluk agama sesuai hukum yang berlaku.
4.
Atheisme dilarang hidup dan berkembang di Indonesia.
5.
Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan
beragama, toleransi antarumat dan dalam beragama.
6.
Negara memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya agama dan
iman warga negara dan menjadi mediator ketika terjadi konflik antar agama.
b. Nilai Sila Kemanusian yang Adil
dan Beradab
1.
Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai
makluk Tuhan. Karena manusia mempunyai sifat universal.
2.
Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala
bangsa, hal ini juga bersifat universal.
3.
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal
ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan
peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan hukum yang kuat
jika terjadi penyimpangan-penyimpangan, karena Keadilan harus direalisasikan
dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Nilai Sila Persatuan Indonesia
1.
Nasionalisme
2.
Cinta bangsa dan tanah air
3.
Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa
4.
Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan,
keturunan dan perbedaan warna kulit.
5.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggulangan.
d. Nilai Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
1.
Hakikat Sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalam arti
umum, yaitu pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
2.
Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama
secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Di sini terjadi
simpul yang penting yaitu mengusahakan putusan bersama secara bulat.
3.
Dalam melakukan putusan diperlukan kejujuran bersama.
Hal yang perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sebagai
konsekuensi adanya kejujuran bersama.
4.
Perbedaan secara umum demokrasi di negara barat dan di
Negara Indonesia, yaitu terletak pada permusyawaratan rakyat.
d. Nilai Sila Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia
1.
Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti
dinamis dan berkelanjutan.
2.
Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi
kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.
3.
Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat
dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar